MILO88 – Soal Tambang Ilegal Unmul di Lempake, Polda Kaltim: Tahap Penyelidikan

Universitas Mulawarman (Unmul) di Lempake, Samarinda Utara, kembali menjadi sorotan publik menyusul dugaan aktivitas penambangan batubara ilegal yang merambah lahan konservasi tersebut.
Aktivitas ini memicu keresahan masyarakat, akademisi, dan mahasiswa, mengingat hutan seluas sekitar 299 hektar ini memiliki fungsi vital sebagai laboratorium alam, zona penyangga air, serta habitat satwa dilindungi seperti orangutan.
Hutan Pendidikan Unmul yang dikelola oleh Fakultas Kehutanan telah lama ditetapkan sebagai Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) sejak tahun 1974.
Pada 4-5 April 2025, saat libur Lebaran, lima unit alat berat dilaporkan beroperasi di dalam kawasan tersebut, membuka lahan seluas 3,26 hektar untuk aktivitas penambangan batubara tanpa izin.
Kejadian ini terdeteksi setelah pihak Unmul dan mahasiswa melakukan pemantauan mandiri, yang kemudian viral di media sosial.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Samarinda menyebut bahwa kerusakan ini memperparah risiko banjir di wilayah seperti Kelurahan Tanah Merah, Lempake, dan Bukit Pinang.
Analis BPBD Hamzah Umar menegaskan, tanpa pengelolaan limbah yang baik, seperti kolam retensi, air bercampur lumpur dari lokasi tambang mengalir ke pemukiman warga, meningkatkan ancaman erosi dan pencemaran lingkungan.
Sementara itu, Rektor Unmul Abdunnur menegaskan, mereka tidak pernah memberikan izin untuk aktivitas penambangan di kawasan tersebut.
“Tidak ada follow-up dari Unmul atas tawaran kerja sama penambangan karena tidak dapat disetujui,” ujar Abdunnur.
Dugaan pelaku mengarah pada Koperasi Putra Mahakam Mandiri, pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang berbatasan dengan hutan Unmul, meski belum ada konfirmasi resmi.
Berdasarkan penelusuran awal, area yang dirambah mencapai 3,26 hektar, atau sekitar 32.600 meter persegi, hanya dalam waktu dua hari.
Kerusakan ini mengancam ekosistem hutan sekunder tua yang masih menjadi habitat orangutan, serta mengganggu kegiatan pendidikan ribuan mahasiswa Unmul.
Menurut Kepala Laboratorium Alam KHDTK Rustam Fahmy, kawasan tersebut telah masuk 300 meter dari batas resmi yang ditandai kawat berduri dan patok oleh Pemkot Samarinda.
Secara historis, ini bukan kejadian pertama. Pada Agustus-Oktober 2024, Unmul juga melaporkan perambahan serupa ke Balai Penegakan Hukum (Gakkum) KLHK Wilayah Kalimantan, namun tidak mendapat respons konkret.
Di kawasan lain seperti Bukit Soeharto, KHDTK Unmul mencatat 383,37 hektar lahan ditambang secara ilegal dan 848,48 hektar dijadikan perkebunan sawit tanpa izin hingga 2021. Data ini menunjukkan pola perusakan berulang yang belum terputus.